Kebenaran merupakan justifikasi individu
dengan individu lainnya dalam menjawab dan memperdebatkan suatu masalah,
baik dalam kehidupan sehari-hari di dalam rumah tangga maupun
lingkungan sosialnya. Namun masalah itu tak kunjung selesai, justru
menimbulkan polemik baru. Dalam sejarah filsafat, sekurang-kurangnya ada
empat teori yang berupaya untuk menjawab pertanyaan tersebut secara
filosofis, diantaranya: The Correspondence
theory of truth [teori kebebenaran sebagai persesuaian]; The Coherence
Theory of truth [teori kebenaran sebagai keteguhan]; The Pragmatic
Theory of Truth [teori pragmatis tentang kebenaran].
I. THE CORRESPONDENCE THEORY OF TRUTH
Teori korespondensi [Correspondence Theory of Truth], atau kadang disebut juga dengan The accordance Theory of Truth.
Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran itu bermula dari
ARIESTOTELES, dan disebut teori penggambaran yang definisinya berbunyi
sebagai berikut :
“VERITAS EST ADAEQUATIO INTELCTUS ET RHEI”
“kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan”.
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence] antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh terjadi dalam kenyataan atau faktanya.
Aristoteles mengatakan bahwa hal yang ada
sebagai tidak ada, atau yang tidak ada sebagai ada, adalah salah.
Sebaliknya, mengatakan yang ada sebagai ada, atau yang tidak ada sebagai
tidak ada, adalah benar. Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar
bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Kebenaran adalah soal kesesuaian antara
apa yang diklaim sebagai sesuatu yang diketahui dengan kenyataan yang
sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang
dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan
bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu
apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. Kebenaran
sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena
kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah
pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak.
“A proposition (or meaning) is true if there is a fact to which it corresponds, if it expresses what is the case”
“Suatu proposisi atau pengertian
adalah benar jika terdapat suatu fakta yang selaras dengan kenyataannya,
atau jika ia menyatakan apa adanya”.
“Truth is that which conforms to fact; which agrees with reality; which corresponds to the actual situation.”
“Kebenaran adalah yang bersesuaian
dengan fakta, yang beralasan dengan realitas, yang serasi (corresponds)
dengan situasi actual”.
”Truth is that which to fact or
agrees with actual situation. Truth is the agreement between the
statement of fact and actual fact, or between the judgment and the
environmental situation of which the judgment claims to be an
interpretation.”
“Kebenaran ialah suatu yang sesuai
dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran
ialah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai
fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment) dengan situasi
seputar (Enviromental situation) yang diberinya intepretasi”.
“if a judgment corresponds with the facts, it is the true; if not, it is false.”
“Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah”.
LENIN Menulis:
“From live contemplation to
abstract thinking and from that to practice, such is the dialectical
process of cognizing the truth, of cognizing objective reality.
“Dari renungan yang hidup menuju ke
pemikiran yang abstrak, dan dari situ menuju praktek, demikianlah proses
dialektis tentang pengenalan atas kebenaran, atas realitas obyektif].
Selajunya kaum marxist mengenal dua macam kebenaran, yaitu (a) kebenaran mutlak dan (b) kebenaran relative”
“Absolute truth is objective truth in its entirety, an absolutely exact reflection of reality”
“Kebenaran mutlak ialah kebenaran yang selengkapnya obyektif, yaitu suatu pencerminan dari realitas secara pasti mutlak”
“ Relative truth is incomplete
correspondence of knowledge to reality. Lenin called this truth the
relatively true reflection of an object which is independent of man”
“Kebenaran relatif adalah pengetahuan
mengenai relaitas yang kesesuaianya tidak lengkap, tidak sempurna.
Menurut Lenin, kebenaran relatif adalah pencerminan dari obyek yang
relatif benar, yang terbatas dari manusia”.
“Every truth is objective truth”
“setiap kebenaran adalah kebenaran yang obyektif”.
“Relative truth is imperfect, incomplete truth.
“kebenaran relatif adalah kebenaran yang tidak sempurna, tidak lengkap”
II. THE COHERENCE THEORY OF TRUTH
Menurut teori ini, kebenaran ditegakkan
atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya
yang telah kita ketahui dan akui benarnya terlebih dahulu.
Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk
benar jika proposisi itu coherent [saling berhubungan] dengan proposisi
yang benar, atau jika arti yang terkandung oleh proposisi tersebut
koheren dengan pengalaman kita.
“ A belief is true not because it
agrees with fact but because it agrees, that is to say, harmonizes,
with the body knowledge that we presses”
“Suatu kepercayaan adalah benar,
bukan karena bersesuaian dengan fakta, melainkan bersesuaian/selaras
dengan pengetahuan yang kita miliki”
“It the maintained that when we
accept new belief as truths it is on the basis of the manner in witch
they cohere with knowledge we already posses”
“Jika kita menerima
kepercayan-kepercayaan baru sebagai kebenaran-kebenaran, maka hal itu
semata-mata atas dasar kepercayaan itu saling berhubungan [cohere]
dengan pengetahuan yang kita miliki”
Jika teori kebenaran sebagai persesuaian
dianut oleh keum empiris, maka teori yang kedua ini, yaitu teori
kebenaran sebagai keteguhan, dianut oleh kaum rasionalis seperti
Leibniz, Spinoza, Descartes, Hegel, dlsb. Menurut teori ini, kebenaran
tidak ditemukan dalam kesesuaian antara proposisin dengan
kenyataanmelainkan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi
yang sudah ada. maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi,
atau hipotesis dianggap benar jika proposisi itu meneguhkan dan
konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Bagi kaum
rasionalis, pengetahuan tidak mungkin bisa keluar dari pikiran atau akal
budi manusia untuk berhadapan langsung dengan realitas, dan dari situ
bisa diketahui apakah pengetahuan itu benar atau tidak.Matematika dan
ilmu-ilmu pasti lainnya sangat menekankan teori ini.
Menurut para penganut teori ini,
mengatakan bahwa suatu pernyataan atau proposisi benar atau salah,
adalah mengatakan bahwa proposisi itu berkaitan dan meneguhkan proposisi
atau pernyataan yang lain atau tidak. Dengan kata lain, pernyataan itu
benar jika pernyataan itu cocok dengan sistem pemikiran yang ada. Maka
kebenaran sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari sistem
pemikiran yang ada. Misalnya: (1) Semua manusia pasti mati; (2)
Sokrates adalah manusia; (3) Sokrates pasti mati. Kebenaran (3) hanya
merupakan implikasi logis dari sistem pemikiran yang ada, yaitu (1)
Semua manusia pasti mati, dan (2) Sokrates adalah manusia. Dalam arti
ini, kebenaran (3) sesungguhnya sudah terkandung dalam kebenaran (1).
Oleh karena itu, kebenaran (3) tidak ditentukan oleh apakah dalam
kenyataannya Sokrates mati atau tidak.
III. THE PRAGMATIC THEORY OF TRUTH
Teori ini dikembangan oleh seortang orang
bernama William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini
dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata
bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat.
Suatu kebenaran atau suatu pernyataan
diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila
ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jika membawa akibat yang
memuaskan, dan jika berlaku dalam praktik, serta memiliki niali praktis,
maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.
Kebenaran terbukti oleh kegunannya, dan
akibat-akibat praktisnya. Sehingga kebenaran dinyatakan sebagai segala
sesuatu yang berlaku.
Menurut William James “ide-ide yang benar
ialah ide-ide yang dapat kita serasikan, jika kita umumkan berlakunya,
kita kuatkan dan kita periksa.
Menurut penganut pragmatistis, sebuah kebenaran dimaknakan jika memiliki nilai kegunaan [utility] dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory consequence]. Dinyatakan sebuah kebenaran itu jika memilki “hasil yang memuaskan “[satisfactory result],
bila: (1) Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan
manusia, (2) Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan
eksperimen, (3) Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu
perjuangan biologis untuk tetap ada.
William James memberikan
suatu pertanyaan yang membingungkan yaitu “truth happens to an idea”
atau artinya kebenaran itu terjadi kepada suatu ide. Hal membingungkan
dalam pernyataan tersebut adalah bahwa teori kebenaran yang tradisional
mengatakan sebaliknya, bahwa kebenaran itu suatu hubungan yang pasti dan
tetap atau statis.
Ketika James menyelidiki berbagai teori
kebenaran yang tradisional, ia menanyakan, apakah arti kebenaran dalam
tindakan. Kebenaran harus merupakan nilai dari satu ide. Tak ada sesuatu
motif dalam mengatakan bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar,
kecuali untuk memberi petunjuk bagi tindakan yang praktis.
James akan bertanya: “apakah perbedaan yang kongkrit yang akan disebabkan oleh ide itu dalam penghidupan?” Suatu perbedaan yang tidak menyebabkan perbedaan bukanlah perbedaan”, akan tetapi hanya permainan kata.
Suatu ide menjadi benar atau dijadikan
benar hanya oleh berbagai kejadian. Suatu ide itu benar jika ia berhasil
atau jika ia memberi berbagai akibat yang memuaskan. Kebenaran itu
relatif, kebenaran juga berkembangan. Kebenaran (truth) adalah yang menjadikan berhasil dalam cara kita berpikir dan kebenaran (right) adalah yang menjadikan berhasil cara kita bertindak.
Ide, doktrin dan teori menjadi alat untuk
membantu kita menghadapi situasi; doktrin bukannya jawaban terhadap
permasalahan. Suatu teori itu adalah buatan manusia untuk menyesuaikan
diri dengan maksud-maksud manusia, dan satu-satunya ukuran kebenaran
suatu teori adalah jika teori tersebut membawa kita kepada berbagai
hasil yang bermanfaat. Workability (keberhasilan), satisfaction (kepuasan), konsekuensi danresult (hasil) adalah sederetan kata kunci dalam konsepsi pragmatisme tentang kebenaran.
Moralitas, seperti kebenaran, bukannya
tetap akan tetapi berkembang karena situasi kehidupan, sumber dan
otoritas bagi kepercayaan dan tindakan hanya terdapat dalam pengalaman.
Sesuatu yang baik adalah sesuatu yang memberikan kita kehidupan yang
lebih memuaskan; yang jahat adalah sesuatu yang condong untuk merusak
kehidupan. James adalah seorang pembela yang kuat bagi kemerdekaan moral
dan indeterminisme. Ia percaya bahwa determinisme adalah suatu
pemalsuan intelektual dari pengalaman.
James mendukung meliorisme, yang
berarti bahwa dunia itu tidak seluruhnya jahat dan tidak seluruhnya
baik, akan tetapi dapat diperbaiki. Usaha untuk memperbaiki dunia adalah
berharga dan berfaidah, dan kecondongan evolusi biologi dan sosial
adalah ke arah perbaikan semacam itu.
KESIMPULAN
Kita mengenal dua hal, yaitu : pertama
pernyataan dan kedua keyataan. Menurut teori Korespondensi, kebenaran
ialah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan
sesuatu sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan : ” SBY adalh presiden
Indonesia” ini adalah sebuah pernyataan; dan apabila
kenyataannya memang SBY adalah Presiden Indonesia”, maka pernyataan itu
adalah suatu kebenaran.
Menurut teori Konsistensi, kebenaran
adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang
lebih dahulu kita akui/ terima/ ketahui kebenarannya. Teori ini dapat
juga dinamakan teori justifikasi tentang kebenaran, karena menurut teori
ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat justifikasi
putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah dikatahu kebenarannya.
Misalnya: Bungkarno, adalah ayahanda Megawati Sukarno Puteri, adalah
pernyataan yang telah kita ketahui sebelumnya, kita terima, dan kita
anggap benar.
Menurut penganut pragmatistis, sebuah kebenaran dimaknakan jika memiliki nilai kegunaan [utility] dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory consequence]. Dinyatakan sebuah kebenaran itu jika memilki “hasil yang memuaskan “[satisfactory result],
bila: (1) Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan
manusia, (2) Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan
eksperimen, (3) Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu
perjuangan biologis untuk tetap ada.
http://luluvikar.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar