Minggu, 27 Maret 2011

Fenomenologi

Filsafat adalah kerangka berpikir dan semata-mata mengandalkan akal untuk menguraikan atau menjelaskan persoalan-persoalan manusia maupun peristiwa alam secara mendalam sampai kepada akar permasalahan. Oleh karena itu filsafat hanya ada diantara manusia yang berakal atau berpikir. Berlainan dengan agama yang ada dogma-dogma yang absolut yang bersifat sepenuhnya kepercayaan, dalam filsasat tidak pernah ada dogma. Dengan akalnya manusia bisa memikirkan dan mempertanyakan apa saja tanpa batas. Oleh karena itu dalam filsafat tidak akan pernah terjadi kebenaran yang mutlak, semuanya akan mengalir sesuai dengan meningkatnya kemampuan daya pikir manusia.

Pada masa sebelum ada cara berpikir fenomenologis, cara berpikir manusia dibagi dua kutup yang berlawanan 180 derajat yaitu: idealisme dan realisme.

Kaum penganut idealisme menilai benda-benda maupun peristiwa yang terjadi disekitarnya berdasarkan ide-ide yang dikembangkan dalam pikirannya. Kemudian ide-ide ini membentuk semacam "frame of reference" yang secara subjectif dipahami sebagai kebenaran. Dalam memandang dunia sekitarnya seorang idealist akan memakai acuan "frame of reference" yang merupakan ide-ide dalam pikirannya. Oleh karena itu seorang idealist biasanya juga sangat subjectif dalam menilai dunia sekitarnya. Sumbangan idealisme kedunia adalah adanya penemuan-penemuan baru, ide-ide baru, karya besar di bidang sastra, dll.

Sedangkan kebalikannya kaum penganut realisme, melihat benda-benda maupun sesuatu peristiwa yang ada sesuai dengan keadaan nyata benda tersebut yang secara nyata bisa diraba, diukur atau punyai nilai tertentu. Kalau tidak bisa dibuktikan bahwa benda itu nyata dan punya nilai atau ukuran tertentu maka benda itu tidak pernah ada. Oleh karena itu penganut realisme cenderung kepada atheisme yang tidak percaya adanya Tuhan karena Tuhan tidak bisa dilihat secara nyata. Realisme sangat berpengaruh di Eropa pada masa revolusi industri dan sumbangannya kedunia adalah kemajuan "science & technology".

Pada sekitar awal abad ke 20, walaupun revolusi industri terus bergerak, beberapa filsuf di Eropa seperti Edmund Hursell (1859 - 1938) mulai meragukan kehandalan cara berpikir realisme yang seolah-olah tidak ada satupun dialam ini yang tidak bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan alam. Apapun yang telah ditemukan, persoalan-persoalan dasar manusia tidak pernah bisa diselesaikan. Tidak semua hal bisa diselesaikan dengan ilmu pengetahuan alam.

Edmund Hursell memperkenalkan fenomenologi yang belakangan dikembangkan menjadi eksistensialisme. Cara berpikir fenomenologi ditekankan dengan pengamatan terhadap gejala-gejala dari suatu benda. Kalau seorang penganut realisme menilai benda dengan cara melihat bentuk, ukuran dan nilai suatu benda, maka seorang penganut fenomenologi melihat benda dengan gejala-gejala yang muncul dari benda tersebut. Benda itu ada berdasarakan gejala-gejala yang timbul dari benda itu sendiri, kita hanya menangkap gejala-gejala tersebut. Benda tersebut bercerita tentang dirinya dengan memancarkan gejala-gejala, dengan menangkap gejala tersebut kita bisa menangkap esensi benda tersebut.

Semua benda punya pancaran gejala-gejalanya sendiri-sendiri, kita akan bisa lebih memahami benda tersebut apabila kita menganggap benda sebagai subjek yang menceritakan diri sendiri melalui gejala-gejala yang memancar darinya. Contohnya: kalau kita melihat kursi, kursi itu sendiri memancarkan gejala-gejala bahwa dia itu kursi bukan meja. Kita hanya perlu menangkap gejala yang muncul dari kursi tersebut kemudian kita tidak akan salah bahwa dari gejala-gejala yang muncul dari kursi itu bahwa kebenarannya dia itu kursi, bukan benda yang lain.

Jelas cara berpikir ini adalah cara berpikir yang radikal berbeda dengan cara berpikir idealisme maupun realisme. Idealisme memahami alam sekitarnya melalui manusia sebagai subject dengan ide-ide pikirannya, benda disimpulkan sepenuhnya tergantung dari ide-ide pikiran. Realisme memahami benda kalau benda itu nyata berdasarkan ukuran atau nilai. Sedangkan fenomenologi menganggap object sebagai subject yang bercerita kepada kita melalui gejala-gejala yang timbul darinya.

Pengaruh fenomenologi saat ini pada ilmu sosial adalah dengan adanya jajak pendapat yang mencoba menangkap secara benar apa yang dipikirkan oleh kelompok masyarakat dengan masyarakat tersebut memancarkan pendapatnya sendiri dan ditangkap dengan jajak pendapat.

Sedangkan pengaruh fenomenologi pada ilmu pengetahuan alam adalah adanya sensor-sensor penangkap gejala alam untuk menerangkan benda tersebut melalu gejala-gejala yang ditimbulkan.

Yang menyenangi ekplorasi cara berpikir, direkomendasikan membaca buku ini, kelihatannya tejemahan bahasa Indonesia sudah ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar