A. Aliran Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni merupakan aliran tasawuf yang ajarannya berusaha memadukan aspek syari’ah danhakikat namun diberi interpertasi dan metode baru yang belum dikenal pada masa salaf as-shalihin danlebih mementingkan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta bagaimana cara menjauhkan diridari semua hal yang dapat menggangu kekhusyu’an jalannya ibadah yang mereka lakukan. Alirantasawuf ini memiliki ciri yang paling utama yaitu kekuatan dan kekhusyu’annya beribadah kepadaAllah, dzikrullah serta konsekuen dan juga konsisten dalam sikap walaupun mereka diserang dengansegala godaan kehidupan duniawi.Dari awal prosesnya, corak tasawuf ini muncul dikarenakan ketegangan-ketegangan dikalangan sufi,baik yang bersifat internal maupun eksternal yaitu para sufi dan ulama’ zahir baik para fuqaha maupunmutakallimin. Hal itu menyebabkan citra tasawuf menjadi jelek dimata umat, maka sebagian tokohsufi melakukan usaha-usaha untuk mengmbalikan citra tasawuf. Usaha ini memperoleh kesempurnaanditangan Ghozali, yang kemudian melahirkan Tasawuf Sunni.Ada pendapat yang mengatakan bahwa asketisme (zuhud) itu adalah cikal bakal timbulnya tasawuf.Sedangkan asketisme itu sendiri sumbernya adalah ajaran Islam, baik yang bersumber dari Al-Qur’an,sunnah maupun kehidupan sahabat nabi.Pengertian umum dari Zuhud sendiri adalah Zuhhaad, jamak dari zahid. Zahid diambil dari Zuhd yangartinya ”tidak ingin”. Tidak “demam” kepada dunia, keemegahan, harta benda dan pangkat. MenurutAbu Yazid Busthami ketika ditanya orang apa arti zuhud itu, beliau menjawab: tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa.Gerakan asketisme itu sendiri dapat dibedakan menjadi 4 aliran utama;1. Aliran BashrohAliran Bashroh mulai Nampak pada abad kedua Hijriyah. Aliran ini muncul dengan ciri khasnya yaitu,sikap asketisme yang sangat kuat dan lebih ekstrim serta mengembangkan sikap yang amat takutterhadap murka Allah, serta amat sangat takut terhadap siksa diakhirat. Pada periode inilah, mulaimeluas dan berkembangnya sufisme. Artinya konsep-konsep yang tadinya semata-mata sebagai sikaphidup saja kemudian disusun sebagai upaya untuk mencapai tujuan. Tokoh terpenting dari aliran ini.Antara lain; Malik Ibnu Dinar dan Hassan Al-Bashri.2. Aliran MadinahSejak masa permulaan Islam, di Madinah sudah terlihat kelompok-kelompok asketis yang berpegangteguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah dan menempatkan rosulullah sebagai idola kezuhudan mereka.Ciri yang paling utama di aliran ini adalah kekuatan dan kekhusyu’an beribadah kepada Allah,konsekuen serta kensisten dalam sikap walaupun dating berbagai godaan. Bagi mereka yangterpenting bagi mereka adalah mendepatkan diri kepada Allah serta menjauhkan diri dari segala halyang dapat mengurangi kekhusyu’an beribadah kepada Allah. Tokohnya yang terkenal diantaranyaadalah Salman Al-Farisi dan Abdullah Ibnu Mas’ud.3. Aliran KuffahApabila kedua aliran diatas lebih mengarahkan perhatian kepada ibadah dan menghindari pengaruh-pengaruh yang merusak. Maka, aliran Kuffah lebih bercorak idealis. Gemar kepada hal-hal yangbersifat imajinatif yang biasanya dituangkan dalam bentuk puisi, tekstualis dalam memahamiketetapan dan sedikit cenderung kepada aliran syi’ah. Namun, secara keseluruhan aliran ini masihberpola Ahlu sunnah wal jama’ah. Ciri khas aliran ini yaitu rasa keagamaan yang kental, asketismeyang keras, kerendahan hati dan kesederhanaan hidup. Tokohnya yang terkenal yaitu, Shufyan Al-Tsauri.
4. Aliran Mesir Aliran mesir memiliki kesamaan cirri dengan aliran madinah. Sebab aliran ini sebenarnya adalahperluasan dari aliran madinah yang tersebar melalui sahabat yang ikut serta ke Mesir pada saat Islammemasuki kawasan itu. Tokohnya adalah Dzuu al-Nun al mishri.Sulit dipastikan kapan asketisme itu beralih ke sufisme, tetapi yang pasti sufisme yang awal adalahsufisme yang konsisten dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam. Karena itu tasawuf tipe awalini dapat diterima sebagian besar ulama terutama ulama ahlu sunnah wal jama’ah. Hal ini pula yangmenyebabkan penamaan tasawuf sunni. Dari aliran-aliran diatas dapat dilihat bahwa tokoh-tokohaliran-aliran tersebut adalah ahlu zuhud. Namun tidak setiap yang zuhud bias disebut sufi, tapisebaliknya tidak mungkin menjadi sufi tanpa melalui zuhud atau asketisme.B. Tokoh-tokoh Tasawuf SunniMunculnya aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Begitujuga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara sufi yang berpengaruh dari aliran-aliran tasawuf sunni dengan antara lain sebagai berikut:1. Hasan al-BasriHasan al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan zahid.Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah pada tahun 21 Htetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah perang Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetapdi sana sampai ia meninggal tahun 110 H. setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajiandisana karena keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruholeh duniawi sebagai salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islampada masa itu. Garakan itulah yang menyebabkan Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangatberperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalahzuhud serta khauf dan raja’.Dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi. Dr. Muh. Mustofa Helmi, guru besar filsafat Islam dalam“Fuad I University” mengatakan kemungkinan bahwasanya zuhud Hasan al-Bashri yang didasarkankepada takut, ialah karena takut akan siksa Tuhan dalam neraka. Hasan al-bashri mengumpamakandunia ini seperti ular terasa mulus kalau disentuh tangan tetapi racunnya dapat mematikan. Olehkarena itu, dunia ini harus dijauhi serta kenikmatan hidup duniawi harus ditolak. Dasar-dasar ajaranzuhud ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh tasawuf yang datang kemudian dengan beberapaperbedaan sesuai dengan pengalaman serta kemampuan pribadi para sufi itu sendiri. Diantaranya adayang memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, tekun beribadah, berdzikir, merenungkankebesaran tuhan, mencari kelemahan diri, memikirkan dan memperhatikan keindahan alam semesta.Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada siksaAllah karena berbuat dosa dan sering melalakikan perintahNya. Serta menyadari kekurangsempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan dating yaitukehidupan yang hakiki dan abadi.Hasan al-Bashri berkeyakinan bahwa perasaan takut atau khouf itu sama dengan memetik amalsholeh. Katanya tidak seorang manusiapun yang tidak pernah merasa takut dan keluh kesah.Kesimpulan dari ajaran Hasan al-Bashri ialah zuhud atau menjauhi kehidupan duniawi sehinggaperhatian terpusat pada kehidupan dunia akhirat dan mawas diri dan selalu memikirkan kehidupanukhrowi adalah jalan yang akan menyampaikan seseorang kepada kebahagiaan yang abadi.
Hasan al-Basri merupakan pribadi yang cemerlang dan suri tauladan yang benar bagi akhlak luhur,setelah dalam kesucian dan kejernihannya. Beliau selalu menyiarkan kemuliaan yang tinggi denganpetuahnya yang berpengaruh dan ucapannya yang mantap, serta suluk-nya yang dijadikan sebagaicontoh. Meskipun begitu, Hasan al-Basri bukanlah seorang sufi, dalam arti yang tepat pada kata shufi.2. Rabiah Al-AdawiyahNama lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga digelariUmmu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah karena ia puteri ke empat dari anak-anak Ismail. Diceritakan, bahwa sejak masa kanak-kanaknya dia telah hafal Al-Quran dan sangat kuatberibadah serta hidup sederhana.Ajaran terpenting dari sufi wanita ini adalah al-mahabbah dan bahkan menurut menurut banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yangkhas tasawuf. Hal ini barangkali ada kaitannya dengan kodratnya sebagai wanita yang berhati lembutdan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu.Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkanmelalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini dapat diungkap apa yang iamaksud dengan al-mahabbah:Kasihku, hanya Engkau yang kucinta,Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu,Walau mata jasadku tak mampu melihat Engkau,Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.Cinta kepada Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia mambagicintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk mencintai selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya kepad Rasulullah SAW, iamenjawab: “Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telahmelupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagimealui syair berikut ini: “Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia,Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”.Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa suatu ketika Rabi’ah al-Adawiyah berkeluh-kesahsakit. Dan beberapa sufi menjenguknya, dan Rabiah mengira bahwa sakitnya itu dikarenakan ghirahatau kecemburuan Allah kepadanya, karena hati Rabiah pada saat itu tertarik akan surga.3. Dzu Al-Nun Al-MisriNama lengkapnya adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-AkhiminiQibthy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang silsilahketurunan dan riwayat pendidikannya karena masih banyak orang yang belum mengungkapkanmasalah ini. Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang banyak sebagai seorang sufi yangtersohor dan tekemuka diantara sufi-sufi lainnya pada abad 3 Hijriah.Sebagia seorang ahli tasawuf, Dzu al-Nun memandang bahwa ulama-ulama Hadits dan Fiqihmemberikan ilmunya kepada masyarakat sebagai salah satu hal yang menarik keduniaan disampingsebagai obor bagi agama. Pandangan hidupnya yang cukup sensitif barangkali yang menyebabkanbanyak yang menentangnya. Tidak sampai di situ, bahkan para Fuqaha mengadukannya kepada ulamaMesir yang menuduhnya sebagai orang yang zindiq, sampai pada akhirnya dia sampai memutuskanuntuk sementara waktu pergi dari negerinya dan berkelana ke negeri lain. Namun sekembalinya dariperkelanaan tersebut, orang banyak tetap menuduhnya sebagai seorang yang zindiq. Bahkan orang-orang menuruhnya untuk pergi ke Baghdad menemui khalifahuntuk menerima pengadilan.
Akan tetapi di Baghdad ada banyak sufi yang berasal dari mesir dan diantara mereka ada yang bekerjasebagai pegawai di lingkungan istana, dan merekalah yang mengusahakan kebebasan Dzu al-Nuntersebut. Ternyata kemudian ajarannya diterima di Baghdad. Sekembalinya di Mesir, ia kembalimengjarkan ajaran tasawufnya dan semenjak itu pula tasawuf berkembang dengan pesat di kawasanmesir.Jasa-jasa Dzu al-Nun yang paling besar adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufimenuju Allah, yang disebut al-maqomat. Ajarannya member petunjuk arah jalan menuju kedekatandengan Allah sesuai dengan pandangan sufi.Disamping itu, dia juga pelopor doktrin al-makrifah. Dalam hal ini ia membedakan antarapengetahuan dengan keyakinan. Menurutnya, pengetahuan merupakan hasil pengamatan inderawi,yaitu apa yang ia dapat diterima melalui panca indera. Sedangkan keyakinan adalah hasil dari apayang dipikirkan dan / atau diperoleh melalui intuisi.Dia membagi tiga kualitas pengetahuan, yaitu:1. Pengetahuan orang yang beriman tentang Allah pada umumnya, yaitu pengetahuan yang diperolehmelalui pengakuan atau syahadat.2. Pengetahuan tentang keesaan Tuhan melalui bukti-bukti dan pendemonstrasian ilmiah dan hal inimerupakan milik orang-orangyang bijak, pintar dan terpelajar.3. Pengetahuan tentang sifat-sifat Yang Maha Esa, dan ini merupakan milik orang-orang yang shaleh(wali Allah) yang dapat mengenal wajah Allah dengan mata hatinya.Ketika Dzu al-Nun ditanya tentang bagaimana ia mengenal Tuhan, maka dia menjawab: “Akumengenal Tuhan karena Tuhan sendiri, kalau bukan karena Tuhan, aku tidak akan mengenal Tuhan”Dzu al-Nun menerangkan, bahwa cirri-ciri makrifat itu ialah seseorang menerima segala sesuatu ituadalah atas nama Allah dan memutuskan segala sesuatu itu dengan menyerahkan kepada Allah, sertamenyenangi segala sesuatu hanya semata-mata karena Allah.Ucapan hikmah lain dari Dzu al-Nun al-Mishri adalah: “Pangkal pembicaraan pada empat hal:Mencintai Allah Yang Maha Agung, membenci kekikiran, mengikuti Al-Qur’an, dan takut berubah.”Dzun al-Nun al-Mishri Rahimahumullah pun pernah berkata, “Al-Hikmah tidak akan pernah tinggalpada seseorang yang pada perutnya penuh dengan makanan.” Pernah juga ditanya tentang tobat, laludijawab, “Tobat orang awam adalah perbuatan dosa, sedangkan tobat orang khusus dari kelengahan.”4. Abu Hamid Al-GhazaliMenurut Abu al-Wafa’ al-Ganimi al-Taftazani, ada dua corak tasawuf yang berkembang di kalangansufi, yaitu pertama, corak tasawuf sunni, di mana para pengikutnya memagari tasawuf mereka denganAlquran dan as-Sunnah serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya.Kedua, corak tasawuf semi-filosofis, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapanganjil (syathahat) serta bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terhadinya penyatuanataupun hulul.Pendapat senada juga diungkapkan oleh Simuh dengan menggunakan istilah yang berbeda. Simuhmenyatakan bahwa pada dua corak tasawuf yaitu union mistik dan personal/transendentalis mistik.Union mistik yaitu suatu corak tasawuf yang memandang manusia bersumber dari Tuhan dan dapatmencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya. Sedangkan personal/transendentalismistik yaitu suatu corak tasawuf yang menekankan aspek personal bagi manusia dan Tuhan. Padapaham ini hubungan manusia dengan Tuhan dilukiskan sebagai hubungan antara makhluk dengankhalik
Dari dua corak tasawuf tersebut, menurut Abdul Qadir Mahmud, al-Gazali masuk pada kelompok yang memiliki corak tasawuf sunni, bahkan di tangan al-Gazali lah tasawuf sunni mencpaikematangannya.Mahmud berpendapat, para pemimpin sunni pertama telah menunjukkan ketegaran merekamenghadapi gelombang pengaruh gnostik barat dan timur, dengan berpegang teguh pada spirit Islam,yang tidak mengingkari sufisme yang tumbuh dari tuntunan Alquran, yang membawa syariat, jugayang menyuguhkan masalah-masalah metafisika. Mereka mampu merumuskan sufisme yang islamidan mampu bertahan terhadap pelbagai fitnah yang merongrong aqidah Islam di kalangan sufirme.Sufisme sunni akhirnya beruntung mendapatkan seorang tokoh pembenteng dan pengawal bagi spiritmetode Islami yaitu al-Gazali, yang menempatkan syariat dan hakikat secara seimbang.Di tangan al-Gazali tasawuf menjadi halal bagi kaum syariat, sesudah kaum ulama memandangnyasebagai hal yang menyeleweng dari Islam.Konsepsi al-Gazali yang mengkompromikan antara pengalaman sufisme dengan syariat telahdijelaskan di dalam kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin. Karya besar ini terdiri dari 4 jilid.Jilid pertama dan kedua berisi ajaran syariat dan aqidah disertai dasar-dasar ayat-ayat suci Alquranserta hadis dan penafsirannya. Dibahas pula bagaimana tingkat-tingkat pengamalan syariat yangsempurna lahir batin.Pada jilid ketiga dan keempat, khusus membahas tasawuf dan tuntunan budi luhur bagi kesempurnaansebuah pengamalan syariat. Dimulai dengan membahas keajaiban hati beserta nafsu-nafsu, amarah,lawwamah dan mutmainnah yang ketiganya saling berebut untuk menguasai batin manusia. Kemudiandilanjutkan tantang ajaran jihad akbar untuk memerangi dan menguasai nafsu amarah dan lawwamah,yakni ajaran tentang penyucian hati yang dalam ajaran tasawuf diartikan memutuskan setiappersangkutan dengan dunia, dan mengisi dengan sepenuh hati hanya bagi Tuhan semata. Kemudiandilanjutkan tentang cara mengkonsentrasikan seluruh kesadaran untuk berzikir kepada Allah. Hasildari zikir adalah fana dan ma’rifat kepada Allah.Dengan demikian, corak tasawuf al-Gazali lebih menekankan pada aspek pendidikan moralitas bagipara pencari kebenaran.4.1 Maqamat-maqamat dalam Tasawuf al-GazaliMaqamat-maqamat yang diajarkan oleh al-Gazali terdapat di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin,khususnya juz IV. Di dalam bagian tersebut diuraikan secara berturut-turut sebagai berikut: Kitab al-Taubah, Kitab al-Sabr wa al-Syukr, Kitab al-Khauf wa al-Raja, Kitab al-Faqr wa al-Zuhd, KitabTauhid wa al-Tawakkal, Kitab al-Mahabbah wa al-Syauq qa al-Uns wa al-Ridha, Kitab al-Niyyah waal-Ikhlas wa al-Sidq, Kitab al-Muqarabah wa al-Muhasabah, Kitab al-Tafakkur, dan Kitab Zikr al-Maut wa Ba’dah.Maqamat-maqamat ini menjelaskan beberapa point yang dianggap penting untuk memahami konseptasawuf yang diajarkan oleh al-Gazali, di antaranya: Konsep taubat, zuhud, tawakkal, dan ma’rifah.a. TaubatPemahaman tentang taubat, menurut al-Gazali mencakup tiga hal: Ilmu, sikap (hal), dan tindakan.Ilmu adalah pengetahuan seseorang tentang bahawa yang diakibatkan dosa besar. Pengetahuan itumelahirkan sikap sedih dan menyesal, yang melahirkan tindakan untuk bertaubat. Tobat harusdilakukan dengan kesadaran hati yang penuh dan berjanji pada diri seindiri untuk tidak mengulangiperbuatan dosa.
b. ZuhudDalam keadaan ini seorang calon sufi harus meninggalkan kesenangan duniawi dan hanyamengharapkan kesenangan ukhrawi. Al-Gazali membagi tingkatan zuhud dari segi tingkatan motivasiyang mendorongnya kepada tiga tingkatan:Zuhud yang didorong oleh rasa
takut terhadap api neraka dan yang semacamnya. Zuhud dalamtingkatan ini adalah zuhudnya orang-orang pengecut.Zuhud yang didorong oleh motif
mencari kenikmatan hidup di akhirat. Zuhud dalam tingkatan iniadalah zuhudnya orang-orang yang berpengharapan, yang hubungannya dengan Allah diikat olehikatan pengharapan dan cinta, bukan ikatan takut.Zuhud yang didorong oleh
keinginan untuk melepaskan diri dari memperhatikan apa saja selainAllah dalam rangka membersihkan diri daripadanya dan menganggap remeh terhadap apa yang selainAllah. Zuhud dalam tingkatan inilah yang merupakan sikap zuhud para arifin.c. TawakalTawakal dalam tasawuf diartikan berserah diri kepada kehendak Tuhan seperti halnya mayat di depanorang yang memandikannya. Tawakal dalam pengertian tasawuf adalah suatu syarat mutlak sebagaitangga memutuskan segala ikatan dengan dunia secara total dan final. Tanpa jiwa tawakal seperti itu,hati tidak akan terbebas dari belenggu.Menurut al-Gazali, sikap tawakal lahir dari keyakinan yang teguh akan kemahakuasaan Allah sebagaipencipta. Dia berkuasa melakukan apa saja terhadap manusia. Walaupun demikian, harus puladiyakini bahwa Dia juga Maha Rahman, Maha Pengasih, tak pilih kasih pada makhluknya. Karena itu,manusia seharusnya berserah diri kepada Tuhannya dengan sepenuh hati.d. Ma’rifahMa’rifah (gnosis) secara umum diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal.Sedangkan menurut tasawuf, ma’rifah berarti mengetahui Allah Swt dari dekat. Bagi al-Gazali,ma’rifah bukan hanya diartikan melihat Tuhan, tetapi juga mengetahui rahasia Allah dan mengetahuiperaturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada.Ma’rifah pada Allah bukan merupakan ilmu yang dapat ditangkap dengan panca indera dan akalpikiran, tetapi merupakan suatu pengalaman dan penghayatan yang bersifat langsung. Alat yangdigunakan untuk mendapatkan ma’rifah adalah qalbu. Menurut al-Gazali, qalbu bagaikan cermin.Sementara ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jelasnya, jika cerminqalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Adapun penyebab qalbutidak bening adalah hawa nafsu, maka untuk mendapatkan hati yang bening, seorang sufi harusberpaling dari hawa nafsu.Memperoleh ma’rifah merupakan proses yang bersifat terus menerus. Makin banyak seorang sufimemperoleh ma’rifah, makin banyak pula yang diketahuinya tentang rahasia Tuhan dan semakindekatlah ia kepada-Nya. Proses yang dilakukan oleh seorang sufi untuk memperoleh ma’rifah yaitudengan cara riyadhah dan mujahadah dalam beribadah. Keterikatan am’rifah dengan amal (ibadah)inilah yang membedakan konsepsi ma’rifah al-Gazali dengan konsepsi ma’rifah Abu Yazid al-Bustami, yang menganggap ketekunan dalam ibadah sebagai pertanda tidak layaknya orangmemperoleh ma’rifah dari Tuhan.Selanjutnya, al-Gazali menjelaskan bahwa ma’rifah ini menimbulkan mahabbah (mencintai Tuhan),dan mahabbah baginya bukan mahabbah sebagai yang diucapkan Rabi’ah al-Adawiyah, tetapimahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik kepadanya, cinta yang timbul darikasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang memberi manusia hidup, rizki, kesenangan dan lain-lain.
Kadar mahabbadh seorang sufi ditentukan oleh kedalaman ma’rifah yang dimilikinya. Semakin kuatma’rifahnya, semakin kuat mahabbahnya. Menurut al-Gazali ma’rifah dan mahabbah adalah derajattertinggi yang dapat dicapai seorang sufi
sumber : http://www.scribd.com
sip gan
BalasHapus